Haluanindonesia.com – Pekerjaannya telah mapan ; accounting di satu perusahaan Jepang di Jakarta. Upahnya juga begitu mengundang selera ; 30 juta per bln.. Belum lagi beberapa sarana elegan yang ia terima.
Tetapi, semuanya tak bikin Mifta bahagia. Ia gelisah. Sebab di perusahaan itu, ia tak dapat shalat jamaah.
Mifta juga pilih resign. Ia tinggalkan pekerjaan mapan itu serta berpindah jadi sales motor. “Asal dapat shalat jamaah, ” kata Mifta.
Tiga bln. telah Mifta tidak lagi jadi orang kantoran. Ia saat ini seringkali diluar. Kulitnya yang awal mulanya putih bersih, saat ini mulai kecoklatan didera cahaya matahari serta debu jalanan. Ia yang umumnya memakai dasi saat ini ke mana-mana gunakan jaket kulit. Sebab dahulu ia memakai mobil dinas serta saat ini cuma motor kendaraannya. Serta yang betul-betul ia rasa jadi ujian, tiga bln. ini belum sukses jual satu motor juga.
Hujan belum juga reda. Seperti tahu gerimis hati Mifta sore itu. Jadi di masjid itu, ia berlama-lama. Tidak segera pulang sesudah shalat jamaah, sembari menanti hujan reda. Walau agak bimbang lantaran keadaan finansialnya, ada seberkas damai dapat shalat berjamaah serta bermunajat padaNya. Terlebih di dalam hujan seperti ini, waktu Allah mengabulkan doa-doa hambaNya.
Tidak jauh dari Mifta, sepasang mata memerhatikannya. Pria paruh baya itu juga tidak segera pulang sesudah shlat berjamaah.
“Kerja dimana, Mas? ” kata pria itu sesudah berucap salam.
“Saya nyales Pak. Dahulu pernah kerja di perusahaan Jepang, ” Mifta bercerita jati dirinya singkatnya.
“Di sisi apa dahulu saat di perusahaan? ”
“Akuntan, Pak”
“Wah, jadi dapat kerjakan laporan pajak juga? ”
“Alhamdulillah, itu dahulu pekerjaan saya Pak”
“Kebetulan bila demikian. Saya tengah pusing lantaran pajak saya tengah dipermasalahkan. Dapat tak Mas menolong membereskan laporan pajak saya? ”
“Insya Allah, Pak”
Hari-hari selanjutnya, lebih kurang satu minggu Mifta menolong merampungkan laporan pajak pria itu. Serta sesudah laporan usai, pria itu begitu senang lantaran pajaknya tidak lagi dipermasalahkan. Ia yang semula terancam denda sampai miliaran rupiah, saat ini tidak lagi punya masalah. Sebagai imbalannya, ia memberi fee 100 juta pada Mifta.
Terima fee sejumlah itu, Mifta tersungkur sujud sukur. Ia tidak pernah menganggap.
“Ya Allah… saya meninggalkan pekerjaan itu untuk shalat jamaah. Saya pernah mengeluh serta nyaris berburuk kira kepadaMu, nyatanya Engkau menghimpun gajiku sepanjang tiga bln. serta memberinya kepadaku saat ini, ” air mata kesyukuran juga jatuh ke bumi.
Sumber : Muchlisin BK/Kisahikmah. com
*Diadaptasi dari cerita riil rekan Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri