SR, gadis remaja 15 tahun yang diperkosa beramai-ramai oleh delapan pria bejat berstatus pelajar dan mahasiswa akhirnya divisum pada Selasa (27/12/2016).
Gadis yang bernasib nahas dibuat delapan pria bejat ini divisum di RSUD Djasamen Saragih.
Sebelumnya polisi meminta visum dilakukan pada Rabu (28/12/2016) hari ini.
Namun karena desakan keluarga, akhirnya visum dilakukan Selasa (27/12/2016) kemarin.
Kasat Reskrim Polres Siantar, AKP Arnold Simanjuntak mengatakan pihaknya sudah menangkap terduga pelaku pemerkosa dan penganiaya remaja 15 tahun yang dilaporkan ke Mapolres Siantar.
Sat Reskrim Polres Siantar berhasil menangkap tiga orang terduga pelaku. Ketiga terduga pelaku ini adalah SS teman sekolah dari SR, RS, dan JS mahasiswa (ditangkap belakangan).
Saat ditangkap, polisi mendapat Narkoba jenis ganja dari kantong RS. Ketiga terduga ini adalah warga yang tinggal tidak jauh dari SMP 7 Siantar di mana SR mendapat perlakukan tidak senonoh.
Ketiganya juga ditangkap tidak jauh dari SMP Negeri 7 Siantar sekitar daerah Parluasan.
Kemudian dari pengembangan kasus ganja yang dibawa RS, tiga orang kembali ditangkap oleh Sat Reskrim Polres Siantar.
"Tiga terduga pelaku atas tindakan pemerkosaan dan penganiayaan. Tiga lagi ini kasus Narkoba," kata AKP Arnold Simanjuntak di Mapolres.
Dua orang terduga pelaku pemerkosaan dan penganiayaan digiring ke Mapolres Siantar dengan menutup wajahnya dengan kain. Setelah digiring, keduanya diperiksa di ruang unit PPA. Kemudian satu orang lagi digiring tanpa penutup kepala.
"Masih belum menjadi tersangka ketiganya itu. Masih kami tindaklanjuti. Kami periksa dulu lah mereka," ujarnya.
Sepeda motor milik terduga pelaku dengan merek Honda Beat bernomor polisi BK 6169 WAC turut diamankan dan sudah ditahan di Mapolres Siantar sebagai barang bukti, karena digunakan menjemput SR dari rumah orangtua kandungnya.
Sebelumnya menurut pengakuan SR bahwa pelaku yang memperkosanya ada yang dia kenal. Kemudian seorang yang dikenal SR, yaitu AG (15) menceritakan kepada polisi bahwa ada delapan pelaku tindakan bejat tersebut.
SR diperkosa di kompleks SMP N 7 Siantar setelah dijemput dari rumah orang tua kandung SR. SR dibujuk ikut dengan alasan diajak makan dari pesan media sosial Facebook satu terduga pelaku yang merupakan teman sekolahnya.
Mengeluhkan Sakit Luar Biasa
Saat mendapat visum di RSUD Djasamen Saragih, SR berteriak-teriak dan mengeluhkan sakit. "Sakit-sakit. Jangan pak sakit kali," teriaknya dari ruang periksa yang terdengar jelas hingga keluar ruangan.
Ayah angkat SR, Hamdan menjelaskan bahwa kondisi SR saat ini masih trauma, sering pingsan dan sering teriak-teriak minta tolong seperti yang didengar saat mendapatkan visum.
"Kadang pingsan dan teriak. Pokoknya trauma dia. Kami udah takut aja dia berbuat yang nekat-nekat," ujarnya.
Usai mendapat visum, SR dipapah keluarganya menuju mobil yang membawa SR pulang ke rumahnya.
Saat dipapah, SR berjalan tertatih-tatih seraya mengeluhkan sakit di bagian selangkangannya. Hanya berjarak lima meter dari ruangan visum, SR terjatuh dan pingsan dipelukan kakaknya, kemudian setelah tersadar dia hanya bisa menangis.
Trauma Berkepanjangan
Psikolog Irna Minauli memaparkan, berdasarkan analisisnya, dari gejala yang dialami SR (15) terlihat nyata bahwa korban mengalami rape trauma syndrome (sindrom trauma perkosaan) yang beberapa gejalanya sangat mirip dengan PTSD (Post-traumatic stress disorder).
SR (15) mengalami tindakan perkosaan dan penganiayaan dengan disundut api rokok di bagian paha dan kemaluannya.
Saat ini SR masih trauma, dia sering kali pingsan dan sesaat kemudian sadar dan kembali menangis. Pandangan matanya hanya diarahkan ke asbes rumah tempat dia dirawat.
Menurut Irna Minauli, korban rape trauma syndrome bisanya akan merasakan emosi yang campur aduk.
Mereka merasa sangat jijik dengan dirinya dan pada saat yang sama mereka juga merasa sangat marah dan sedih.
Mereka juga sering mengalami flashback sehingga peristiwa pemerkosaan itu seolah diputar kembali secara berulang dalam pikirannya.
Mereka juga sering dihantui mimpi buruk (nightmare) dan merasa diteror dalam mimpinya (night terror) sehingga mereka sering mengalami gangguan tidur.
"Akibatnya mereka menjadi sangat tertekan dan mengalami depresi. Mereka akan menarik diri dari lingkungan sosialnya dan merasakan ketidaknyamanan untuk keluar rumah atau bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenalnya. Mereka mengalami shock sehingga mengalami keguncangan dalam diri mereka," ujar Irna Minauli, Senin (26/12/2016).
Irna Minauli memaparkan korban yang mengalami perkosaan akan mengalami trauma yang berkepanjangan jika tidak ditangani secara baik.
"Trauma diakibatkan karena mereka tidak mengantisipasi bencana yang akan dihadapinya. Ketika dijemput temannya, korban pasti tidak menyangka bahwa ada bencana besar yang sedang menghadangnya."
"Korban perkosaan juga tidak pernah dimintai persetujuan atas perilaku tersebut sehingga mereka menjadi sangat marah dan benci atas perlakuan yang diterimanya. Belum lagi adanya tindakan pemaksaan dan kekerasan yang dialaminya yang menjadi tipikal dari tindak kekerasan," ujarnya.
Menurutnya dalam kasus yang dialami oleh SR, orang-orang terdekatnya harus mengetahui bahwa jiwa dari si anak tersebut sedang tidak stabil, yaitu sering marah dan depresi yang muncul secara bergantian.
"Itu sebabnya orang tua dan orang sekitarnya sebaiknya tidak secara berulang menanyakan kejadian yang dialaminya."
Jika korban belum siap untuk menceritakannya sebaiknya dibiarkan terlebih dahulu. Sebaiknya untuk mengorek informasi dari korban juga diperlukan keterampilan yang khusus," ujarnya.
Psikolog yang juga menjabat Direktur Minauli Consulting ini memaparkan bahwa tindakan perkosaan secara berkelompok yang dialami oleh SR tidak terlepas dari banyaknya tontonan hubungan seksual.
Hubungan itu banyak dilakukan dengan tema gang bang yang mungkin menjadi pematik ide dari delapan terduga pelaku perkosaan.
"Remaja umumnya tidak berani melakukan tindak kejahatan secara perseorangan sehingga ide untuk melakukan secara bersama dianggap menjadi lebih aman bagi diri mereka."
Akan tetapi, berbeda dengan tema gang bang yang biasanya dilakukan atas persetujuan, biasanya pada kasus perkosaan kelompok lebih didasarkan pada manipulasi (penipuan)," ujarnya. (*)